Kinerja APBN di Sumatra Selatan pada Agustus 2025 Masih Mengalami Defisit
Pada bulan Agustus 2025, kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di wilayah Sumatra Selatan masih tercatat mengalami defisit. Berdasarkan data yang diperoleh, pendapatan negara hingga bulan tersebut mencapai sebesar Rp9,13 triliun atau hanya sekitar 51,04% dari target yang ditetapkan. Sementara itu, realisasi belanja negara telah mencapai angka Rp29,91 triliun, yaitu sebesar 58,67% dari pagu yang ditetapkan.
Dengan perhitungan tersebut, APBN Sumatra Selatan mengalami defisit sebesar Rp20,78 triliun. Angka ini setara dengan 227,7% dari total pendapatan dan sekitar 69,4% dari total belanja yang dialokasikan. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan negara masih jauh dari target yang ditetapkan, sementara pengeluaran terus meningkat.
Kepala Kanwil DJPb Sumsel, Rahmadi Murwanto, menjelaskan bahwa pendapatan negara di Sumatra Selatan tumbuh sebesar 4,40% secara year on year (yoy). Pertumbuhan ini utamanya didorong oleh penerimaan pajak yang mencapai Rp7,05 triliun atau sebesar 46,36% dari total pendapatan. Peningkatan ini berasal dari peningkatan setoran pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) Badan, khususnya dari komoditas unggulan seperti kelapa sawit dan karet.
Selain itu, penerimaan kepabeanan dan cukai juga memberikan kontribusi signifikan. Angka penerimaan tersebut mencapai Rp300,77 miliar atau sebesar 116,53%. Peningkatan ini terutama dipengaruhi oleh bea keluar atas ekspor crude palm oil (CPO) kelapa sawit dan produk turunannya.
Realisasi Belanja Daerah yang Masih Tertinggal
Sementara itu, dalam hal realisasi belanja daerah, alokasi belanja pemerintah pusat tercatat sebesar Rp7,47 triliun atau sekitar 47,87% dari pagu yang ditetapkan. Meskipun demikian, realisasi belanja ini masih didominasi oleh belanja pegawai. Namun, dari sisi belanja barang dan modal, masih terpengaruh oleh kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan.
Transfer ke daerah (TKD) juga menjadi salah satu komponen penting dalam APBN. Realisasi TKD tercatat sebesar Rp22,44 triliun atau sekitar 63,44% dari target tahun ini. Alokasi terbesar dari TKD adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang mencapai Rp9,27 triliun, diikuti oleh Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp7,89 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik sebesar Rp3,18 triliun, Dana Desa sebesar Rp1,92 triliun, serta dana intensif sebesar Rp55,95 miliar.
Faktor Penyebab Defisit APBN
Beberapa faktor berkontribusi pada defisit APBN di Sumatra Selatan. Pertama, pertumbuhan pendapatan yang relatif lambat dibandingkan dengan tingkat pengeluaran yang terus meningkat. Kedua, adanya tekanan dari sektor ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, terutama terkait dengan fluktuasi harga komoditas seperti kelapa sawit dan karet.
Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan juga memengaruhi realisasi belanja, terutama dalam hal belanja barang dan modal. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara target dan realisasi belanja, yang berdampak pada defisit APBN.
Langkah yang Diperlukan
Untuk mengatasi defisit APBN, diperlukan langkah-langkah strategis yang lebih efektif. Salah satunya adalah meningkatkan pendapatan negara melalui penguatan sektor pajak dan pemanfaatan potensi ekonomi lokal. Selain itu, pengelolaan anggaran harus lebih transparan dan akuntabel agar tidak terjadi pemborosan dalam penggunaan dana.
Kemudian, pemerintah juga perlu mempercepat realisasi proyek infrastruktur dan program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan multiplier effect dari anggaran yang digunakan. Dengan demikian, APBN di Sumatra Selatan dapat lebih seimbang dan berkontribusi positif terhadap pembangunan daerah.