News

Banyak Masalah MBG Diungkap Ombudsman

Masalah dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Terungkap

Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi salah satu prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, telah menghadapi sejumlah tantangan serius. Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian mendalam terkait pelaksanaan program ini dan menemukan berbagai permasalahan yang memerlukan penanganan segera.

Kualitas Bahan Baku yang Tidak Sesuai Kontrak

Salah satu masalah utama yang ditemukan adalah pemalsuan kualitas beras premium di salah satu dapur MBG di Bogor, Jawa Barat. Dapur tersebut menerima beras medium dengan kadar patah di atas 15 persen, padahal kontrak kerja sama menyebutkan bahwa beras yang digunakan adalah beras premium. Hal ini menyebabkan negara membayar harga premium namun kualitas beras yang diterima tidak optimal.

Menurut anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika, kejadian ini merupakan contoh dari ketidaksesuaian antara kontrak dan realisasi di lapangan. Selain itu, beberapa dapur MBG lainnya juga mengalami masalah serupa, seperti penerimaan sayuran yang tidak segar dan lauk-pauk yang tidak lengkap.

Potensi Pelanggaran Maladministrasi

Selain masalah kualitas bahan baku, Ombudsman juga menemukan empat potensi pelanggaran maladministrasi dalam pelaksanaan MBG. Keempat hal tersebut meliputi:

  • Penundaan penyelesaian masalah yang berlarut.
  • Diskriminasi dalam persaingan usaha MBG.
  • Lemahnya kompetensi dapur dalam menerapkan standar operasional dan prosedur (SOP).
  • Penyimpangan prosedur dalam pengelolaan program.

Yeka menegaskan bahwa keempat bentuk pelanggaran ini menunjukkan kelemahan tata kelola yang harus segera diperbaiki oleh pemerintah. Ia berharap Badan Gizi Nasional (BGN) dan pemerintah dapat segera berbenah dalam mengelola MBG.

Permainan Pengadaan Bahan Baku

Ombudsman juga menyoroti adanya indikasi permainan dalam pengadaan bahan baku. Contohnya, sajian semangka MBG yang diiris sangat tipis hingga mirip kartu ATM sempat viral di media sosial. Menurut Yeka, hal ini menunjukkan bahwa ada banyak penyimpangan dalam pengadaan bahan baku.

Meskipun sistem anggaran MBG dinilai relatif sulit dikorupsi karena dana langsung ditransfer ke virtual account masing-masing SPPG, celah penyelewengan justru terletak pada proses pengadaan bahan baku. Salah satu modus penyimpangan yang bisa terjadi adalah memalsukan catatan harga pembelanjaan.

Lemahnya Pengawasan Pemerintah

Yeka melihat bahwa modus penyimpangan ini muncul karena lemahnya pengawasan oleh pemerintah. Ia menyarankan agar pemerintah lebih serius membangun sistem pengawasan dan memastikan transparansi pengadaan bahan baku. Pengawasan yang ketat dalam program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini disebut sebagai keniscayaan.

Tidak Ada Payung Hukum yang Jelas

Ombudsman menilai bahwa MBG merupakan program pemerintah yang tidak memiliki payung hukum yang kuat. Tidak ada undang-undang atau peraturan presiden yang mengatur program ini. Hal ini dianggap bermasalah oleh Transparency International Indonesia (TII). Meski begitu, Yeka memaklumi kondisi ini karena pemerintah tidak memiliki waktu cukup untuk menyusun peraturan dan mempersiapkan regulasi karena berkejaran dengan target.

Risiko Keracunan dan Masalah Lainnya

Sejak Januari hingga 22 September 2025, MBG telah menyasar 22,9 juta penerima dengan total dapur sebanyak 8.450. Namun, selama sembilan bulan berjalan, Badan Gizi Nasional mencatat sebanyak 5.914 penerima manfaat mengalami keracunan. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia bahkan menemukan angka keracunan yang lebih tinggi, yaitu lebih dari 8.000 orang.

Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam tulisan ini.

Penulis: AdminEditor: Admin