Publica.id – Harga Bitcoin mencetak rekor tertinggi baru pada Kamis (22/5/2025), menembus level 110.700 dollar AS di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar global dan memburuknya sentimen investor terhadap aset tradisional.
Kenaikan tajam ini menandai penguatan lebih dari 20 persen dalam lima pekan terakhir, didorong oleh kombinasi aliran dana institusional, melemahnya dolar AS, serta optimisme terhadap kejelasan regulasi di Amerika Serikat.
“Aksi harga Bitcoin saat ini sangat bullish. Jika koreksi tetap terbatas dan didukung kuat, rekor baru bisa terus dicetak,” ujar Chris Weston, Kepala Riset di Pepperstone, dikutip dari NYPost.com, Kamis (22/05/2025).
Faktor pendorong lonjakan harga Bitcoin
Salah satu motor utama lonjakan harga Bitcoin adalah masuknya investor institusi melalui produk ETF spot. Menurut Peter Chung dari Presto Research, lebih dari 5 miliar dollar AS telah mengalir ke ETF Bitcoin dalam lima pekan terakhir.
“Aliran masuk ke ETF spot membentuk fondasi kuat bagi aksi harga BTC ke depan,” ujar Chung. “Ini adalah reli yang didorong oleh spot market, tanpa leverage.”
ETF spot merupakan instrumen yang secara langsung memegang aset dasar seperti Bitcoin, berbeda dengan produk derivatif yang hanya merepresentasikan harga.
Selain itu, adopsi dari lembaga keuangan besar turut memperkuat sentimen pasar. CEO JPMorgan Jamie Dimon, yang sebelumnya dikenal skeptis terhadap kripto, menyatakan banknya kini memungkinkan klien untuk membeli Bitcoin. Langkah ini dinilai oleh sejumlah pelaku pasar sebagai bentuk legitimasi terhadap aset digital.
Sementara itu, Coinbase, salah satu bursa kripto terbesar, baru saja ditambahkan ke dalam indeks S&P 500, memperkuat eksistensi industri kripto di pasar keuangan mainstream. Namun, perusahaan juga mengonfirmasi bahwa Departemen Kehakiman AS sedang menyelidiki insiden kebocoran data terbaru yang menimpa platform tersebut.
Ketidakpastian Pasar Dorong Naiknya Permintaan Aset Kripto
Hal lain yang mendorong peningkatan nilai Bitcoin adalah kondisi pasar saham dan obligasi yang mencatatkan penurunan signifikan. Indeks Dow Jones turun hampir 2 persen atau lebih dari 700 poin karena kekhawatiran terhadap lonjakan imbal hasil (yield) obligasi dan ketidakpastian fiskal di Washington.
Yield obligasi AS bertenor 30 tahun kembali melewati 5 persen, sedangkan obligasi 10 tahun naik menjadi 4,54 persen. Kenaikan yield ini mencerminkan ekspektasi biaya pinjaman yang lebih mahal, yang berisiko menekan pertumbuhan ekonomi dan pasar saham.
Kondisi ini diperburuk oleh pemangkasan peringkat kredit AS oleh Moody’s, yang mencabut status triple-A terakhir negara tersebut. Keputusan ini meningkatkan kekhawatiran investor dan memicu lonjakan lebih lanjut pada yield Treasury.
Dalam situasi ini, Bitcoin mulai dipandang sebagai safe haven alternatif oleh sebagian pelaku pasar.
Baca Juga: Bitcoin: Pengertian, Sejarah, dan Cara Kerjanya
Dengan dorongan sentimen institusional, melemahnya dolar, dan meningkatnya kekhawatiran terhadap aset tradisional, Bitcoin diproyeksikan masih memiliki ruang untuk naik dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, volatilitas pasar dan dinamika makroekonomi global tetap menjadi faktor yang perlu dicermati oleh investor.
Artikel ini bukan merupakan saran atau rekomendasi investasi. Setiap langkah investasi dan perdagangan mengandung risiko, dan pembaca diharapkan untuk melakukan riset sendiri sebelum membuat keputusan.