News

DPR Usulkan Shell dan Vivo Buka SPBU di Papua: Masyarakat Tidak Setuju, Dianggap Merugikan

Masalah Kelangkaan BBM di SPBU Swasta dan Upaya Pemerintah

Kondisi kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang dialami oleh SPBU swasta di Indonesia masih menjadi perhatian serius. Saat ini, sejumlah perusahaan seperti Shell Indonesia, BP-AKR, Vivo, ExxonMobil, dan AKR Corporindo menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terkait pasokan BBM. Salah satu penyebab utamanya adalah izin impor tambahan yang tidak disetujui, sehingga mereka diminta untuk bekerja sama dengan PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga (PPN).

Dalam rangka mencari solusi atas masalah tersebut, Komisi XII DPR RI telah memanggil seluruh pengelola SPBU swasta di Indonesia. Acara ini dilakukan pada Rabu (1/10), dengan tujuan untuk membahas berbagai upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi keterbatasan stok BBM.

Salah satu anggota Komisi XII DPR, Alfons Manibui, menyoroti isu kelangkaan BBM yang sudah berlangsung lama di Papua Barat. Ia menilai bahwa daerah tersebut memiliki potensi besar dalam hal migas, termasuk kilang LNG Tangguh yang dikelola oleh BP di Teluk Bintuni. Namun, kondisi ini tidak diimbangi dengan adanya infrastruktur pendukung seperti SPBU.

Alfons menyampaikan bahwa banyak perusahaan swasta enggan membangun SPBU di Papua karena dianggap tidak menguntungkan. Ia pun mengajak perusahaan-perusahaan tersebut untuk bekerja sama dalam mencari solusi bersama. “Mari kita sama-sama berpikir tentang ini, betul bahwa kita harus menemukan solusi untuk menyelesaikan persoalan,” ujarnya.

Selain itu, Alfons juga menyoroti kekosongan stok BBM di SPBU Shell Indonesia. Menurutnya, hal ini terjadi karena permintaan dari masyarakat meningkat, sementara kuota yang tersedia tetap sama. Ia menanyakan apakah pihak Shell telah melakukan antisipasi terhadap peningkatan permintaan tersebut.

“Dari beberapa presentasi, kita bisa pahami ada hal yang harus kita perbaiki supaya persoalan ini kemudian selesai,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian Energi & Sumber Daya Mineral (ESDM), Pertamina, dan badan usaha penyedia BBM non-subsidi seperti Shell Indonesia, BP, hingga Vivo telah sepakat untuk melakukan pembelian BBM dari Pertamina hingga akhir tahun. Hal ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan BBM di seluruh wilayah Indonesia.

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa pihaknya akan melakukan impor BBM untuk mengatasi keterbatasan stok di SPBU swasta. Ia menegaskan bahwa BBM yang diimpor akan tiba di Indonesia paling lambat 7 hari setelah proses pengadaan selesai.

“Mulai hari ini sudah dibicarakan, nanti habis ini lanjutkan dengan rapat teknis, stoknya, dan kemudian Insya Allah paling lambat 7 hari barang sudah bisa masuk di Indonesia,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (19/9).

Menurut Bahlil, stok BBM nasional masih cukup untuk 18-21 hari ke depan. Namun, peningkatan permintaan membuat cadangan BBM di SPBU swasta menipis. “18-21 hari itu cadangan nggak ada masalah, jadi gak perlu ada rasa keraguan apa-apa, cuman memang ada di teman-teman kita punya SPBU swasta yang cadangannya menipis,” jelasnya.

Untuk menjamin kualitas BBM yang diimpor, pemerintah dan perusahaan swasta seperti Shell hingga Vivo sepakat melakukan joint surveyor. Dengan demikian, akan ada pemeriksaan terlebih dahulu sebelum BBM diberangkatkan.

Selain itu, disepakati pula adanya keterbukaan terkait harga BBM. “Sudah setuju juga terjadi open book dan ini teman-teman dari swasta juga sudah setuju,” kata Bahlil.

Penulis: AdminEditor: Admin