Di balik sorotan lampu panggung, gemuruh penonton, dan confetti emas yang beterbangan saat ONIC Esports mengangkat trofi MPL ID S15, tersimpan sebuah kisah perjuangan yang tidak selalu manis. Ini bukan musim yang sempurna bagi ONIC.
Mereka tidak melesat sejak awal, tidak pula memimpin klasemen seperti biasanya. Musim ini, mereka harus berjalan di jalan terjal—dan justru dari sanalah mereka menemukan kembali jati diri sebagai tim juara.
Awal Musim yang Goyah
ONIC memulai musim ini dalam bayang-bayang ekspektasi. Sebagai salah satu tim unggulan, ONIC dianggap sebagai tim yang “sudah pasti” lolos ke upper bracket playoff. Tapi kenyataan di lapangan jauh dari anggapan itu. Mereka kalah di Week 1 dari RRQ, tumbang dari Geek di Week 2, dan sempat mengalami kekalahan menyakitkan dari EVOS dan TLID.
Di momen-momen itulah, banyak yang mulai meragukan dominasi sang landak kuning. Strategi terlihat kacau, eksekusi tidak setajam musim-musim sebelumnya, dan kepercayaan diri tim seolah goyah.
Titik Balik: Kembalinya Coach Yeb
Titik balik datang di Week 6. Coach Yeb, arsitek kejayaan ONIC selama tiga musim terakhir, kembali mendampingi tim. Kembalinya sang pelatih menjadi katalis yang menyulut semangat dan kepercayaan diri tim.
Hasilnya langsung terlihat. ONIC menang atas TLID dan membalas kekalahan dari RRQ di pertemuan kedua mereka. Tren positif berlanjut hingga Week 9, dengan kemenangan atas tim-tim besar seperti EVOS, Dewa United, dan Alter Ego. Meski demikian, mereka harus puas finis di peringkat tiga klasemen—memaksa mereka memulai babak playoff dari lower bracket.
Playoff: Ujian Mental Sejati
ONIC membuka playoff dengan pertandingan krusial menghadapi TLID di babak play-in. Dengan tekanan eliminasi di pundak, mereka tampil dominan dan menang 3-1. Kemenangan itu membawa mereka naik ke upper bracket semifinal menghadapi Geek Fam—tim yang sempat mengalahkan ONIC di regular season.
Namun ONIC berbeda. Kali ini mereka datang dengan sistem yang matang dan eksekusi yang lebih disiplin. Hasilnya: 3-1 untuk ONIC, dan tiket ke upper bracket final melawan rival abadi, RRQ.
Pertemuan ketiga musim ini kembali dimenangkan ONIC dengan skor 3-1. Tapi cerita rivalitas mereka belum selesai.
Grand Final: Duel Klasik Tujuh Game yang Sarat Drama
Grand Final menjadi pertemuan keempat antara ONIC dan RRQ di MPL ID S15—sebuah duel klasik yang berkembang menjadi saga penuh gengsi dan sejarah. Di laga paling menentukan ini, keduanya mempertaruhkan segalanya: harga diri, reputasi, dan mimpi jadi raja sejati musim ini.
ONIC tampil agresif di dua game pertama dan langsung unggul 2-0. Di titik itu, banyak yang menduga laga akan cepat berakhir. Tapi RRQ bukan lawan yang mudah menyerah. Mereka membalas, menyamakan skor menjadi 2-2, bahkan berbalik unggul 3-2 di game kelima. ONIC berada di ujung tanduk. Satu game lagi, dan mimpi mereka untuk meraih gelar kelima bisa sirna.
Namun, dalam tekanan itulah karakter ONIC yang sesungguhnya muncul. Mereka bangkit di game keenam, bermain rapi dan penuh kontrol. Skor menjadi imbang 3-3, dan laga berlanjut ke game ketujuh—panggung paling sakral di esports: final game di Grand Final.
ONIC tak menyia-nyiakan kesempatan. Mereka memainkan game terakhir dengan presisi tinggi. Dengan draft matang dan komunikasi solid, ONIC menutup laga dan mengakhiri pertandingan dengan kemenangan 4-3 atas RRQ.
Juara dari Jalan yang Tak Pernah Mudah
Musim ini membuktikan bahwa dominasi ONIC tidak datang dari zona nyaman. Mereka tidak mendominasi klasemen, tidak kebal dari kekalahan, bahkan sempat berada di titik kritis. Tapi dari jalan terjal itulah mereka menempa ulang mentalitas, membangun kembali rasa percaya, dan membuktikan bahwa kekuatan sejati bukan hanya soal skill—tapi juga soal karakter.