Perjalanan Karier Politik Idah Syahidah dari ASN ke Senayan
Idah Syahidah, Wakil Gubernur Gorontalo, memiliki kisah perjalanan karier yang menarik dan penuh tantangan. Awalnya, ia memulai kariernya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 1991. Namun, jalan hidupnya berubah ketika ia memutuskan untuk beralih ke dunia politik, yang akhirnya membawanya menjadi anggota DPR RI.
Kisah ini terungkap saat Idah menghadiri sebuah podcast di Studio PUBLICA.ID, yang dipandu oleh Jurnalis TribuGorontalo Prailla Karauwan dan Minarti Mansombo pada Rabu (24/9/2025). Dalam sesi tersebut, ia menceritakan awal mula perjalanan politiknya.
Saat itu, Idah mengakui bahwa ia tidak memiliki pemahaman mendalam tentang dunia politik. Namun, perannya sebagai istri Rusli Habibie, mantan Gubernur Gorontalo dua periode, membuatnya sering hadir dalam berbagai acara politik. “Tetapi karena saya ikut-ikut suami di setiap ada acara, tanpa disengaja saya melihat, mempelajari,” ujarnya.
Pada tahun 2019, kesempatan besar datang ketika Partai Golkar membutuhkan keterwakilan perempuan untuk memenuhi kuota 30 persen calon legislatif DPR RI. Meskipun saat itu masih berstatus sebagai ASN, Idah diminta maju. Ia pun berkonsultasi dengan suaminya, yang memberikan dukungan penuh. “Katanya, nggak apa-apa pensiun dini saja,” kata Idah menirukan ucapan suaminya.
Dengan semangat yang tinggi, Idah memutuskan untuk terjun penuh ke dunia politik. Ia didaftarkan sebagai pengurus DPP Golkar dan mulai menghadiri berbagai agenda nasional partai. Dukungan dari organisasi yang ia pimpin seperti PKK, Dekranasda, Pramuka, serta komunitas disabilitas semakin memperkuat langkahnya.
“Alhamdulillah 2019 saya terpilih, satu-satunya perempuan dari Partai Golkar yang maju untuk DPR RI,” ujar Ketua DPD I Partai Golkar Gorontalo ini.
Sebagai anggota DPR RI, Idah memilih Komisi VIII yang menangani isu agama, sosial, hingga kebencanaan. Menurutnya, bidang ini sangat cocok dengan pengalamannya selama aktif di berbagai organisasi sosial. “Komisi VIII ini berhubungan dengan dunia akhirat, di situ ada Kementerian Agama, Sosial, BNPB, Baznas, PPKH,” tambahnya.
Rutin Turun Lapangan untuk Serap Keluhan dan Aspirasi
Di balik kesibukannya sebagai pejabat daerah, Idah Syahidah tetap menjaga hubungan dekat dengan rakyat. Ia sering menerima audiensi dari berbagai kalangan, termasuk masyarakat umum, komunitas, organisasi LSM, hingga lembaga pendidikan.
“Banyak, banyak banget meliputi masyarakat, komunitas, organisasi LSM, lembaga pendidikan, dan banyak lagi yang minta audiensi ke saya,” ujarnya.
Bagi Idah, mendengar langsung keluhan masyarakat adalah bagian penting dari kepemimpinan. Namun, ia tidak ingin bekerja sendiri. Setiap kali ada audiensi, ia melibatkan OPD terkait agar aspirasi yang masuk bisa segera ditindaklanjuti.
“Misalnya hubungan dengan UMKM, saya panggil Disperindag. Hubungannya dengan kesehatan, saya panggil Kadinkes. Jadi saya selalu didampingi,” jelasnya.
Idah juga menyadari bahwa tidak semua aspirasi bisa langsung dipenuhi. Efisiensi anggaran menjadi salah satu faktor penghambat. Meski begitu, ia memastikan program prioritas tetap berjalan. Sebagian sudah terealisasi, sebagian masih dalam proses, dan sebagian lainnya diusulkan untuk tahun depan.
“Sehingga ini perlu sebuah pengertian juga dari masyarakat untuk program-program tersebut,” katanya.
Selain itu, Idah menegaskan dirinya terbuka pada semua kalangan. Bahkan, ketika mahasiswa menggelar demonstrasi, ia memilih hadir untuk mendengar langsung tuntutan mereka.
“Dalam undangan saat demonstrasi, saya memenuhi panggilan mahasiswa dan ingin mendengar langsung tuntutan mereka,” ungkapnya.
Menurut Idah, sikap terbuka ini adalah kunci menjaga komunikasi antara pemerintah dan rakyat, agar pembangunan bisa berjalan seiring dengan harapan masyarakat.