Jessica Pegula mengalami nasib nahas di Wimbledon 2025. Petenis unggulan ketiga asal Amerika Serikat itu langsung tersingkir di babak pertama setelah kalah telak dari Elisabetta Cocciaretto, petenis nonunggulan asal Italia, pada Selasa (1/7). Pertandingan yang hanya berlangsung 58 menit ini berakhir dengan skor mencolok 6-2, 6-3 untuk Cocciaretto—menjadikannya salah satu kekalahan tercepat yang pernah dialami petenis lima besar di kancah Grand Slam modern.
Elisabetta Cocciaretto Bangkit Usai Absen Tahun Lalu
Setahun lalu, Cocciaretto harus menelan pil pahit karena gagal tampil di Wimbledon akibat pneumonia. Namun tahun ini, ia kembali dengan semangat membara, tampil nyaris sempurna di lapangan rumput All England Club. Sepanjang pertandingan, Cocciaretto tidak kehilangan satu pun break point dan hanya menyerahkan delapan poin dari servisnya, menunjukkan performa dominan sejak awal laga.
Kemenangan atas Pegula ini juga menjadi catatan istimewa bagi Cocciaretto, karena untuk kedua kalinya ia mampu menaklukkan petenis peringkat 10 besar di babak pertama turnamen Grand Slam. Sebelumnya, ia pernah menumbangkan Petra Kvitova di Roland Garros 2023.
“Saya sangat antusias bisa bermain di Wimbledon tahun ini. Setelah absen tahun lalu, saya makin termotivasi untuk memberikan yang terbaik,” ujar Cocciaretto usai laga.
Kekalahan Pahit dan Rekor Baru Bagi Jessica Pegula
Bagi Jessica Pegula, kekalahan ini terasa sangat menyesakkan. Ia baru saja meraih gelar juara di Bad Homburg Open pekan lalu dan datang ke Wimbledon dengan modal kepercayaan diri tinggi. Namun, Cocciaretto tampil lebih tajam dan konsisten. Statistik mencatat Cocciaretto mengoleksi 17 winner berbanding hanya 5 milik Pegula.
“Cocciaretto bermain luar biasa. Saya sendiri tidak tampil buruk, tetapi dia benar-benar berada di level yang sulit saya imbangi hari ini,” kata Pegula seusai pertandingan. Ini menjadi kali pertama sejak Roland Garros 2020 Pegula tersingkir di babak pembuka Grand Slam, sekaligus kekalahan tercepat sepanjang karier Grand Slam-nya.
Dari Rumah Sakit ke Panggung Utama Wimbledon
Perjalanan Cocciaretto menuju Wimbledon tahun ini tidak mudah. Usai menembus semifinal Birmingham tahun lalu, ia justru jatuh sakit dengan demam tinggi akibat pneumonia dan harus dirawat di rumah sakit. Saking parahnya, ia tak mampu bangun dari tempat tidur selama berhari-hari dan terpaksa mundur dari laga kontra Maria Sakkari.
“Saya tidur hampir 15 jam sehari, nyaris tak berdaya. Pengalaman itu membuat saya makin menghargai setiap momen di lapangan,” kenangnya. Rasa kehilangan tahun lalu berubah menjadi bahan bakar motivasi, menjadikan rumput Wimbledon kini begitu spesial bagi Cocciaretto.
Transformasi Gaya Bermain: Dari Tanah Liat ke Rumput
Awalnya dikenal sebagai petenis spesialis lapangan tanah liat, Cocciaretto perlahan mengubah pendekatannya sejak berlatih dengan pelatih Fausto Scolari. Ia kini tampil lebih agresif dan nyaman bermain di atas rumput—perubahan yang terbukti efektif.
“Entah kenapa, saya merasa klik dengan lapangan rumput. Sejak kecil, saya sudah punya impian tampil di Wimbledon, dan sekarang impian itu mulai terwujud,” tutur Cocciaretto. Federasi Tenis Italia bahkan sampai membangun fasilitas khusus lapangan rumput agar para pemain muda bisa terbiasa sebelum berlaga di Inggris. Dari situlah kecintaan Cocciaretto pada permukaan ini tumbuh.
Tantangan Berikutnya: Hadapi Katie Volynets
Di babak kedua, Cocciaretto akan ditantang Katie Volynets, yang baru saja menang dramatis atas Tatjana Maria. Volynets sempat tertinggal dan Maria berpeluang menyegel kemenangan, namun Volynets mampu membalikkan keadaan dan menang 3-6, 7-6(4), 6-1.
Dengan penampilan impresif dan mental baja, Cocciaretto kini layak dilabeli kuda hitam di sektor tunggal putri Wimbledon 2025. Perjalanan petenis Italia ini patut dinantikan, melihat bagaimana ia mengubah tantangan menjadi peluang besar di panggung Grand Slam.