Nama Oliver Tarvet tiba-tiba jadi pembicaraan hangat di Wimbledon 2025. Bukan tanpa alasan, petenis muda asal Inggris ini sukses mencuri perhatian publik setelah menorehkan kemenangan impresif pada debut Grand Slam-nya di hadapan publik sendiri.
Namun, ada satu hal yang perlu diketahui tentang sang underdog ini—jangan pernah memanggilnya Oliver. Bagi Ollie, sapaan itu hanya keluar dari mulut ibunya saat ia sedang bermasalah. “Saya hanya dipanggil Oliver kalau ibu sedang marah. Jadi, sebisa mungkin saya menghindari itu,” ujar Tarvet, 21 tahun, sembari tertawa.
Langkah Berani di Wimbledon
Tarvet, yang kini duduk di peringkat 733 dunia, baru saja menuntaskan laga pertamanya di ajang Wimbledon dengan kemenangan atas Leandro Riedi dari Swiss. Tak gentar dengan status debutan, ia akan menghadapi tantangan terbesar dalam kariernya: melawan juara bertahan Carlos Alcaraz di Centre Court depan 15.000 penonton.
Meski di atas kertas peluangnya kecil, Tarvet memilih melihat laga ini sebagai kesempatan, bukan sekadar pengalaman. “Saya kurang suka dengan kata ‘pengalaman’ karena itu seolah-olah saya hanya datang untuk menonton, bukan bertanding. Saya tidak bilang saya pasti menang, tapi selama ini saya cukup percaya diri dan itu membawa saya sejauh ini,” jelasnya.
Ayah Tarvet, Garry, pun mengakui momen ini seperti mimpi. “Sepekan kualifikasi, menang di babak pertama, lalu sekarang menghadapi Alcaraz di depan ribuan penonton. Ini benar-benar luar biasa,” katanya.
Perjalanan Karier yang Tak Biasa
Menjadi petenis profesional bukanlah cita-cita yang jelas bagi Tarvet saat kecil. Ibunya seorang guru, ayahnya bekerja di bidang konstruksi. Namun rumah mereka yang berdekatan dengan Batchwood Tennis Centre membuat Ollie kecil sering bermain tenis hingga lima kali seminggu.
Pelatih pertamanya, Ben Wood, masih ingat betul impresi pertama saat memberi Tarvet pelajaran tenis di usia enam tahun. “Saya langsung terpukau. Setiap tantangan saya berikan, dia selalu bisa menjawabnya, padahal usianya masih enam tahun,” kenang Wood.
Selain tenis, Tarvet juga sempat menekuni sepak bola dan kriket. Tetapi fokusnya berpindah sepenuhnya ke tenis saat remaja. Ia bahkan menempuh pendidikan A-Level secara homeschooling demi bisa berlatih penuh waktu di Unique Tennis Academy, London. “Akademi itu jadi batu loncatan penting dalam karier saya,” ungkapnya.
Pilih Berlatih di Amerika Serikat
Berbeda dengan mayoritas petenis muda Eropa, Tarvet memilih menimba ilmu sekaligus bertanding di level universitas Amerika Serikat. Ia kini tengah menempuh studi komunikasi dan pemasaran di University of San Diego, sembari membela tim tenis kampus. Tarvet mengikuti jejak para petenis Inggris lainnya seperti Cameron Norrie yang juga sukses lewat jalur ini.
Mark Hilton, pelatih nasional LTA, menilai jalur universitas di AS kini jadi pilihan karena para pemain cenderung matang lebih lambat dan karier tenis makin panjang. “Tak banyak pemain siap bertarung di level pro saat usia 18. Jalur universitas memberikan waktu, kompetisi berkualitas, dan pendidikan yang berguna saat mereka benar-benar siap,” paparnya.
Pencapaian dan Hambatan Finansial
Musim ini, Tarvet sudah mengantongi 23 kemenangan dari 25 pertandingan di NCAA, menempatkannya di jajaran lima besar petenis tunggal nasional. Di level profesional, ia telah mengoleksi lima gelar ITF, termasuk satu gelar di San Diego tahun ini.
Sayangnya, aturan NCAA membatasi pendapatan pemain dari turnamen profesional. Meski seharusnya berhak atas hadiah £99.000 dari Wimbledon atau £152.000 jika menaklukkan Alcaraz, Tarvet hanya dapat mengantongi maksimal $10.000 per tahun di luar biaya operasional turnamen.
Di atas lapangan, Tarvet dikenal ekspresif dan tak segan meluapkan emosi. Salah satu kebiasaannya yang mengundang tawa adalah teriakan “Gareth!” setiap kali memenangkan poin, yang ternyata menjadi lelucon internal timnya dan terinspirasi dari nama pesepak bola Gareth Bale.
“Teman-teman saya di tim sudah protes karena saya sudah membocorkan terlalu banyak. Tapi itu hanya candaan untuk menjaga keputusan di lapangan,” jelas Tarvet yang juga penggemar Liverpool.
Kisah Ollie Tarvet adalah bukti bahwa kejutan bisa datang dari mana saja. Dari anak kecil yang berlatih dekat rumah, kini ia punya kesempatan menciptakan sejarah di Wimbledon. Satu yang pasti, jangan pernah memanggilnya Oliver!