News

Orang Tua Nadiem Makarim Minta Anaknya Bebas dari Jeratan Hukum Kejagung via Praperadilan

Kehadiran Nadiem Anwar Makarim dalam Kasus Korupsi Pengadaan Laptop

Nadiem Anwar Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), kini tengah menghadapi dugaan korupsi terkait pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek tahun anggaran 2019-2022. Hal ini membuat keluarga Nadiem, termasuk ayahnya Nono Anwar Makarim dan ibunya Atika Algadrie, merasa khawatir dan berharap putra mereka bisa bebas dari jeratan hukum.

Dalam sebuah wawancara setelah persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/10), Nono Anwar Makarim menyampaikan keyakinannya bahwa Nadiem adalah orang yang jujur. Ia berharap putranya dapat dibebaskan dari tuduhan tersebut.

“Kami berharap Nadiem bisa bebas. Di lubuk hati saya sendiri sebagai bapak, saya yakin bahwa dia jujur,” ujar Nono.

Ia juga menyinggung keputusan Nadiem untuk meninggalkan Gojek, perusahaan yang ia dirikan, guna menjadi menteri. Menurut Nono, Nadiem rela meninggalkan bisnis yang menguntungkan demi fokus pada pendidikan dan digitalisasi di Indonesia.

“Dia meninggalkan perusahaannya yang banyak untung, untung dari pekerjaan 4 juta manusia Indonesia. Dia meninggalkan itu dan fokus mengajarkan adik-adiknya di bidang digital dan pendidikan,” tambahnya.

Atika Algadrie, ibu Nadiem, juga menyampaikan rasa sedihnya atas kasus yang menimpa putranya. Ia percaya bahwa Nadiem selalu menjalankan nilai-nilai keadilan dan kebersihan sejak kecil. Ia berharap proses hukum yang sedang berlangsung akan berjalan secara objektif.

“Tetapi, kami tetap berharap dan berkeyakinan bahwa proses hukum akan dijalankan dengan baik untuk mendapatkan kebenaran ini, pasti penegak hukum akan mencoba sebaik-baiknya untuk melakukan itu,” tegas Atika.

Penolakan Terhadap Penetapan Tersangka

Tim kuasa hukum Nadiem, yang dipimpin oleh Hotman Paris, membacakan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Mereka mempersoalkan alat bukti Kejaksaan Agung dalam menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Menurut tim kuasa hukum, penetapan tersangka terhadap Nadiem tidak sah dan tidak mengikat secara hukum. Mereka menunjukkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek tidak menemukan indikasi kerugian negara akibat perbuatan melawan hukum.

“Hasil audit Program Bantuan Peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tahun 2020-2022 yang dilakukan BPKP dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek tidak menemukan adanya indikasi kerugian negara yang diakibatkan oleh Perbuatan Melawan Hukum,” jelas tim kuasa hukum.

Selain itu, laporan keuangan Kemendikbudristek pada tahun anggaran 2019-2022 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), sesuai Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN Tahun Anggaran 2019-2022. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa tidak ada dasar hukum yang cukup untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka.

Dugaan Kerugian Negara dan Tersangka Lain

Kejaksaan Agung menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus pengadaan 1,2 juta unit laptop untuk sekolah di seluruh Indonesia, khususnya wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan nilai anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.

Meski demikian, sistem operasi Chrome atau Chromebook dinilai tidak efektif untuk menunjang pembelajaran di daerah 3T yang sebagian besar belum memiliki akses internet memadai. Kejagung menemukan dugaan penyimpangan dalam pengadaan item software berupa Content Delivery Management (CDM) sebesar Rp 480 miliar dan praktik mark up harga laptop yang diperkirakan mencapai Rp 1,5 triliun.

Selain Nadiem, Kejaksaan Agung juga menetapkan empat tersangka lainnya, yaitu Mulyatsyah, Sri Wahyuningsih, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief. Mereka diduga terlibat dalam proyek pengadaan laptop tersebut.

Penulis: AdminEditor: Admin