Program Makan Bergizi Gratis Menghadapi Kritik dan Tantangan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh pemerintah menjadi perhatian utama setelah munculnya berbagai kasus keracunan massal di beberapa wilayah. Banyak pihak menilai bahwa program ini membutuhkan evaluasi menyeluruh untuk memastikan keberlanjutannya dan efektivitasnya.
Dosen Ilmu Pemerintahan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Tia Subekti, menyatakan bahwa sejak awal peluncuran MBG, program ini telah mendapat berbagai tanggapan. Meskipun tujuan utamanya dinilai positif, seperti meningkatkan kualitas gizi, mengurangi angka kematian, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, implementasi di lapangan masih menyisakan banyak masalah.
“Yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana pelaksanaan program tersebut,” ujar Tia Subekti dalam wawancara pada Selasa (30/9/2025). Menurutnya, ada beberapa indikator penting yang harus dievaluasi. Pertama, apakah program berhasil mencapai tujuannya. Kedua, apakah penggunaan anggaran sesuai dengan hasil yang dicapai. Ketiga, apakah dampak jangka panjang dari program ini sudah terlihat jelas.
Tia juga menekankan pentingnya evaluasi dalam aspek pemerataan distribusi dan kualitas pengawasan. Di beberapa daerah, pihak-pihak yang terlibat dalam distribusi makanan disebut belum sepenuhnya memiliki kompetensi yang cukup, sehingga rentan menimbulkan masalah.
Meski mendapat banyak kritik, Tia menilai bahwa program MBG tetap layak untuk dilanjutkan. “Pemerintah sudah menginvestasikan dana yang besar, ada lembaga tersendiri yang mengurusnya, serta sudah merekrut sumber daya manusia yang cukup banyak. Jika dihentikan, akan sangat sayang,” katanya.
Sebagai solusi, Tia menyarankan adanya pengawasan yang lebih ketat. Selain itu, peningkatan transparansi dan akuntabilitas sangat penting agar distribusi MBG bisa merata dan sesuai standar di setiap daerah.
Evaluasi dan Rekomendasi untuk Meningkatkan Efektivitas Program
Untuk memastikan keberhasilan program MBG, beberapa langkah penting perlu diperhatikan. Pertama, peningkatan sistem pengawasan di tingkat lokal. Dengan melibatkan pihak yang kompeten dan berpengalaman, risiko kesalahan dalam distribusi makanan dapat diminimalkan.
Kedua, perlunya peningkatan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Masyarakat dan stakeholder lainnya perlu diberi akses informasi yang jelas tentang penggunaan dana dan hasil yang dicapai. Hal ini akan membangun kepercayaan dan memastikan bahwa program berjalan secara efisien.
Selain itu, penting untuk melakukan evaluasi berkala terhadap program MBG. Evaluasi ini tidak hanya fokus pada data kuantitatif, tetapi juga pada dampak sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui apakah program ini benar-benar membawa manfaat nyata atau perlu revisi.
Pengembangan kapasitas SDM yang terlibat dalam program juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pelatihan dan pendidikan tambahan bagi tenaga yang bertugas dalam distribusi makanan akan meningkatkan kualitas dan profesionalisme mereka.
Terakhir, partisipasi aktif dari masyarakat dan organisasi masyarakat sipil sangat penting dalam memastikan bahwa program MBG dapat dijalankan dengan baik. Dengan adanya koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, program ini dapat mencapai tujuannya dengan lebih optimal.
Dengan langkah-langkah tersebut, program Makan Bergizi Gratis diharapkan dapat menjadi solusi yang berkelanjutan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.