Kepergian Christian Horner dari Red Bull mengejutkan banyak pihak, terutama mengingat kepemimpinannya yang telah berjalan selama dua dekade. Kurang dari dua tahun setelah musim F1 paling dominan dalam sejarah, tiba-tiba sosok yang membawa Red Bull ke puncak kejayaan ini harus mengakhiri perannya sebagai kepala tim dan CEO.
Musim F1 2023 yang spektakuler, di mana Red Bull hampir menguasai semua balapan, kini terasa seperti kenangan lama. Rabu lalu, Red Bull GmbH mengumumkan secara singkat bahwa masa jabatan Horner sebagai bos tim dan CEO telah berakhir setelah 20 tahun bersama.
Christian Horner mengucapkan selamat tinggal kepada staf di markas Milton Keynes pada pagi hari pengumuman, dengan suasana emosional yang menyelimuti. Karyawan menunjukkan kekecewaan mereka atas pemecatan ini, terutama karena Horner dikenal sangat populer di kalangan staf. Selain Horner, Oliver Hughes (Chief Marketing Officer) dan Paul Smith (Direktur Komunikasi Grup) juga diberhentikan, menambah kekecewaan di dalam tim.
Dulu, Red Bull hanyalah tim yang berada di posisi tengah bawah ketika masih bernama Jaguar. Namun, di bawah kepemimpinan Horner, tim ini berhasil berubah menjadi juara dunia hanya dalam enam tahun. Dalam 20 tahun, Horner sukses membawa Red Bull memenangkan enam gelar konstruktor, delapan gelar pembalap, 124 kemenangan, 107 pole position, dan 287 podium.
Oliver Mintzlaff, CEO Red Bull Corporate Projects and Investments, menyampaikan rasa terima kasih atas kontribusi besar Horner. “Dengan dedikasi tanpa henti, pengalaman, dan pemikiran inovatifnya, ia telah menjadikan Red Bull Racing sebagai salah satu tim paling sukses dan menarik di Formula 1,” ujarnya. Laurent Mekies ditunjuk sebagai pengganti Horner sebagai CEO.
Penurunan Performa dan Tekanan Internal
Meski belum ada alasan resmi untuk pemecatan Horner, banyak yang bertanya-tanya mengapa keputusan drastis ini diambil. Penurunan performa Red Bull pada musim ini, setelah dominasi yang tiba-tiba berakhir tahun lalu, menjadi sorotan utama. Meskipun Red Bull masih memenangkan beberapa balapan pada 2025, hasil keseluruhan tidak memenuhi standar tinggi yang sebelumnya mereka capai.
Di sisi lain, aturan baru yang akan diterapkan pada 2026 memberi peluang besar bagi Red Bull Powertrains untuk menjadi konstruktor mandiri, membuka kesempatan sebagai pemasok mesin dan disruptor otomotif. Namun, tekanan yang dialami Horner jauh berbeda dibandingkan dengan Toto Wolff di Mercedes, yang tetap mendapat dukungan meski menghadapi tantangan serupa.
Penyebab Lain di Balik Pemecatan
Tekanan terhadap Horner mulai muncul sejak Januari 2024 ketika Red Bull melakukan investigasi internal terkait tuduhan perilaku tidak pantas terhadap seorang karyawan tim. Kasus ini menjadi sorotan publik setelah bocoran anonim menyebar di paddock F1, menimbulkan situasi memalukan meski Horner sudah dinyatakan bersih lewat dua investigasi dan proses banding di Inggris.
Selain itu, kehilangan tokoh penting seperti Rob Marshall (kepindahan ke McLaren), Adrian Newey (insinyur utama yang meninggalkan tim), dan Jonathan Wheatley (sporting director yang pindah ke Sauber) membuat stabilitas tim terganggu. Kehilangan sosok-sosok kunci ini memperburuk kondisi tim yang sudah mengalami penurunan performa, terutama dengan mobil RB21 yang belum mampu bersaing secara konsisten.
Pengaruh Max Verstappen dan Masa Depan Red Bull
Spekulasi juga menyebutkan bahwa posisi Horner terancam karena tekanan dari kubu Max Verstappen. Pembalap andalan Red Bull ini belum memberikan pernyataan resmi terkait masa depannya, meski kontraknya berlaku hingga 2028. Rumor mengatakan Verstappen menginginkan pergantian kepemimpinan agar tetap bertahan di tim.
Hasil Verstappen yang masih kompetitif menjadi kunci agar Red Bull tidak sepenuhnya kalah saing musim ini. Namun, ketidakpastian mengenai arah tim setelah kepergian Newey dan penurunan performa mobil membuat manajemen mengambil langkah drastis dengan memecat Horner.
Langkah Selanjutnya bagi Christian Horner
Meski pemecatan ini terkesan mendadak dan mengejutkan, Horner tetap menunjukkan komitmennya kepada Red Bull dalam wawancara eksklusif setelah kabar tersebut. Ia menyatakan hatinya masih bersama tim dan antusias dengan tantangan membangun mesin sendiri di masa depan.
Namun, masa depan Horner di F1 masih belum jelas. Dengan reputasi dan pengalaman yang dimilikinya, tidak menutup kemungkinan ia akan kembali ke dunia balap, baik dengan tim lain atau proyek baru. Hubungannya yang baik dengan tokoh-tokoh penting di F1 seperti Flavio Briatore bisa membuka peluang baru.
Kepergian Horner menandai babak baru bagi Red Bull yang kini harus membuktikan diri tanpa sosok yang telah membawa mereka ke puncak selama dua dekade. Apakah keputusan ini menjadi langkah tepat untuk masa depan tim? Waktu yang akan menjawab.