Ketika dunia masih sibuk mencari cara untuk pulih dari krisis keuangan 2008, segelintir individu mulai memperhatikan sesuatu yang revolusioner: Bitcoin. Lahir dari makalah whitepaper karya anonim bernama Satoshi Nakamoto, Bitcoin menjanjikan sebuah sistem keuangan tanpa perantara—desentralisasi, transparan, dan tidak tunduk pada otoritas bank sentral.
Namun siapa sangka, mata uang digital ini yang awalnya dipandang sebelah mata, kini telah menjadi salah satu aset paling bernilai di dunia. Perjalanan harga Bitcoin dari 2010 hingga sekarang bukan hanya kisah angka, tetapi cermin dari perubahan budaya, geopolitik, dan ekonomi global.
2010–2012: Dari Nol ke Dolar
Tahun 2010 menjadi titik tolak komersialisasi Bitcoin. Pada Oktober 2010, harga Bitcoin pertama kali bergerak dari kurang dari $0,10 menjadi $0,20. Di tahun berikutnya, harganya menembus $1 dan mencapai $29,60 pada Juni 2011, sebelum jatuh drastis ke sekitar $5 pada akhir tahun karena penurunan pasar.
Tahun 2012 relatif stabil, namun menjadi periode krusial dalam membangun infrastruktur awal ekosistem kripto.
2013–2015: Menuju Pengakuan Global
Tahun 2013 memperlihatkan lonjakan yang mengejutkan. Bitcoin yang semula diperdagangkan di $13, menembus $1.000 pada bulan November. Ini menandai masuknya Bitcoin dalam radar media arus utama dan investor ritel. Namun seperti siklusnya, euforia diikuti kejatuhan. Harga merosot, menutup 2014 dengan nada pesimistis.
Tahun 2015, Bitcoin masih dianggap “eksperimen”, namun mulai dipandang serius oleh pelaku teknologi.
2016–2017: Meledaknya Minat Investor
Harga mulai naik perlahan, melewati $900 di akhir 2016. Tahun 2017, Bitcoin memulai reli besar-besaran. Dari sekitar $1.000 di awal tahun, ia melejit ke $19.188 pada Desember. Ini adalah masa di mana kripto menjadi pembicaraan umum, dan FOMO (fear of missing out) mulai menyebar.
Sayangnya, masa kejayaan ini langsung diikuti musim dingin kripto.
2018–2020: Musim Dingin Kripto dan Pandemi
Harga Bitcoin anjlok pada 2018, kembali ke level $3.000–$4.000. Dua tahun berikutnya, pasar bergerak lambat, dengan sesekali kenaikan karena faktor ekonomi global.
Namun pandemi COVID-19 menjadi pemicu penting. Ketika kepercayaan pada mata uang fiat menurun, Bitcoin kembali dicari sebagai lindung nilai terhadap inflasi. Di akhir 2020, Bitcoin menutup tahun di angka $28.993, tumbuh lebih dari 400% dari awal tahun.
2021–2023: Masa Emas dan Koreksi Brutal
Tahun 2021 dibuka dengan ledakan harga. Dalam hitungan bulan, Bitcoin menembus $60.000, dipicu oleh IPO Coinbase dan minat institusi besar. Harga mencapai puncak $69.000 pada November 2021.
Namun setelah itu, gejolak inflasi, kebijakan The Fed, serta krisis keuangan di industri kripto (seperti runtuhnya FTX dan Luna) menyebabkan koreksi besar. Di akhir 2022, Bitcoin jatuh ke bawah $20.000.
2024–2025: Kebangkitan dan Rekor Baru
Tahun 2024 menjadi tahun yang monumental. Disetujuinya ETF Bitcoin Spot oleh SEC membuka jalan bagi gelombang modal baru. Harga kembali melejit, menembus $70.000 pada Maret, dan menembus $100.000 pada November 2024 di beberapa bursa.
Kemenangan politik Donald Trump dan retorika pro-kripto turut menyemarakkan sentimen pasar. Pada Mei 2025, Bitcoin mencetak rekor baru di angka $112.509.
Bitcoin bukanlah aset biasa. Ia bukan hanya soal harga, tetapi juga simbol perubahan paradigma keuangan. Dari $0,10 menjadi lebih dari $112.000, Bitcoin telah mengubah persepsi dunia terhadap uang, nilai, dan kepercayaan.
Namun satu hal tetap sama: volatilitas. Ia bisa menjadi jalan menuju kebebasan finansial, atau jurang bagi yang tak siap. Yang jelas, sejarah harga Bitcoin adalah pelajaran bahwa inovasi, meski sering diremehkan di awal, bisa menjadi kekuatan yang mendefinisikan masa depan.
Artikel ini bukan merupakan saran atau rekomendasi investasi. Setiap langkah investasi dan perdagangan mengandung risiko, dan pembaca diharapkan untuk melakukan riset sendiri sebelum membuat keputusan.