Esports

Perjalanan Pahit EVOS di MPL ID S15: Dari Favorit Menjadi Penonton Playoff

MPL ID S15 telah mencatat banyak momen besar. Namun di balik kemeriahan panggung esports ini, satu cerita menyita perhatian: keterpurukan EVOS, salah satu tim paling ikonik di ranah Mobile Legends. Meski ini bukan kali pertama EVOS gagal menembus babak playoff, banyak yang tak menyangka kegagalan itu justru datang di musim ini—musim di mana mereka tampil dengan susunan pemain bertabur bintang dan tampil cukup konsisten di paruh pertama regular season.

Sayangnya, kenyataan berkata lain. Musim ini memperlihatkan dengan gamblang bagaimana keputusan-keputusan internal yang tampak sepele bisa berdampak besar terhadap arah perjalanan tim. Bagi EVOS, musim ke-15 bukan sekadar musim kompetisi, melainkan musim penuh refleksi — penuh luka, tetapi menyimpan pelajaran penting.

Antara Harapan dan Kenyataan

Sebelum musim dimulai, EVOS memberikan harapan besar kepada para fans. Mereka mendatangkan dua nama yang tidak asing di dunia MLBB Indonesia: Albert dan Kyy. Duet ini diharapkan mampu membawa kejayaan baru bagi EVOS. Di turnamen pemanasan Snapdragon Pro Series, sinyal positif sempat terlihat. Roster saat itu — Alberttt, Kyy, Regi, Erlan, dan Depezett — berhasil mengalahkan RRQ. Terlihat solid, penuh potensi, dan terstruktur.

Namun angin berbalik arah bahkan sebelum MPL ID S15 dimulai. Depezett tersandung masalah internal yang membuatnya dibekukan dari tim. Dampaknya bukan hanya pada pergantian pemain, melainkan juga strategi yang sudah dibangun berbulan-bulan. Midlane — posisi paling krusial dalam meta saat ini — kehilangan sosok utamanya. Tanpa waktu yang cukup untuk mencari pengganti, EVOS pun harus menarik Natco dari EXP lane ke midlane, dan inilah titik awal dari rangkaian perubahan yang akan terus bergulir.

Perubahan Tanpa Arah

Dalam delapan minggu musim reguler, EVOS mengganti pemain lebih sering dari tim manapun. Midlaner mereka berubah-ubah: dari Depezett ke Natco, lalu ke SwayLow. EXP laner juga terkena imbas ketika Regi mengambil cuti menikah dan posisinya diisi kembali oleh Natco, yang seolah menjadi “penambal” semua posisi.

Tidak berhenti di sana. Branz tiba-tiba masuk kembali ke line-up menggantikan Erlan di minggu keenam, setelah sempat absen cukup lama dari panggung utama. Hasilnya? Chemistry yang sempat terbentuk kembali runtuh. Formasi berganti, pola komunikasi berubah, dan koordinasi tim kembali ke titik nol.

Ini bukan hanya soal kemampuan individual. Setiap pergantian berarti membangun ulang kepercayaan, kebiasaan, dan ritme permainan — sesuatu yang hanya bisa dibentuk lewat latihan jangka panjang. Sayangnya, EVOS tak punya waktu. Mereka selalu berpacu melawan jam, mencoba menambal celah sambil tetap tampil kompetitif. Namun pada akhirnya, tambalan demi tambalan tidak membentuk fondasi, hanya memperlihatkan kebocoran sistematis yang lebih dalam.

Masalah Komunikasi dan Mekanik

Masalah komunikasi menjadi benang merah yang tak bisa dihindari. Dalam game melawan Dewa United, terlihat jelas betapa miskomunikasi membuat mereka kehilangan kontrol. Momen seperti Lord fight yang tidak sinkron, pergerakan tidak kompak, hingga kegagalan rotasi memperlihatkan lemahnya konektivitas antar pemain. Bukan karena skill rendah, tapi karena koneksi antar individu tidak terbentuk dengan matang.

Lalu saat melawan RRQ dan Geek Fam, EVOS bahkan tampak tidak siap secara mekanik. Pemain seperti Erlan, yang sebelumnya tampil konsisten, mendadak kehilangan bentuk. Beberapa kali melakukan blunder saat menggunakan Moskov, hingga memberi peluang lawan untuk comeback.

Kombinasi dari dua faktor ini — miskomunikasi dan underperformance mekanik — menjadi resep bencana yang membawa EVOS makin tenggelam di klasemen.

Statistik Boleh Menipu, Tapi Fakta Tak Bisa Disembunyikan

Jika kita hanya melihat data perminggu, EVOS sempat berada di posisi 2 pada pekan pertama. Mereka tampil meyakinkan saat melawan Liquid dan Geek Fam. Namun posisi ini hanya fatamorgana. Di balik kemenangan awal, ada tanda-tanda krisis yang belum meledak: lineup yang tidak stabil, strategi cadangan yang minim, dan pergantian pemain yang terus menghantui.

Pekan demi pekan, posisi EVOS terus menurun. Dari 2, turun ke 3, lalu 5, dan akhirnya jatuh ke posisi 7. Di pekan ke-8, ketika semua tergantung pada satu pertandingan hidup-mati melawan ONIC — yang kini sudah diperkuat pelatih Coach Y — EVOS tak mampu bangkit. Mereka kalah secara draft di game pertama, dan tumbang secara mekanik di game kedua.

Roster dengan Nama Besar Bukan Jaminan Kesuksesan

Satu pelajaran penting dari musim ini adalah bahwa mengumpulkan nama besar tidak menjamin kesuksesan. Tanpa visi jangka panjang, strategi rotasi pemain yang matang, dan konsistensi dalam line-up, semua itu hanya menjadi puzzle tanpa arah.

Tim seperti RRQ, ONIC, atau BTR bisa bertahan karena mereka memiliki sistem yang mendukung adaptasi. EVOS, meskipun bertabur bintang, justru seperti kapal tanpa kompas. Manajemen roster yang reaktif, bukan proaktif. Tidak ada persiapan cadangan yang benar-benar siap tempur.

Untuk Bangkit, EVOS Harus Menata Ulang Akar Masalah

EVOS harus berhenti menyalahkan hasil akhir semata. Kegagalan ini adalah hasil dari proses yang tidak berjalan semestinya. Jika ingin bangkit musim depan, EVOS butuh lebih dari sekadar bursa transfer besar-besaran. Mereka butuh:

  • Rencana jangka panjang dalam pembentukan roster.
  • Konsistensi lineup dan pelatihan intensif chemistry.
  • Evaluasi menyeluruh terhadap manajemen strategi dan keputusan transfer.
  • Pemulihan kepercayaan antara pemain, pelatih, dan fans.

Mereka sudah jatuh. Namun dari titik terendah inilah, legenda sejati bisa lahir kembali. Bila EVOS benar-benar ingin membuktikan diri bukan sekadar nama besar, maka musim ke-15 ini harus menjadi momen kontemplasi terdalam. Fans akan memaafkan kekalahan, tetapi hanya jika tim menunjukkan niat serius untuk bangkit — bukan lagi dengan eksperimen, melainkan dengan fondasi yang solid dan arah yang jelas.