Wimbledon, turnamen tenis tertua dan paling bergengsi di dunia, dikenal tidak hanya karena lapangan rumputnya yang legendaris, tetapi juga aturan berpakaian super ketat: semua pemain wajib mengenakan busana tenis berwarna putih. Di tengah era Grand Slam lain yang lebih fleksibel soal gaya, Wimbledon tetap memegang teguh tradisi ‘serba putih’ sebagai identitas utamanya.
Bagi penonton kasual, aturan berpakaian ini mungkin terkesan kuno. Namun, bagi pecinta tenis dan pengamat sejarah olahraga, kebijakan ini punya akar dalam nilai-nilai sosial Inggris abad ke-19. Saat itu, tenis dipandang sebagai olahraga kalangan elite. Putih dipilih bukan sekadar karena nyaman saat panas matahari, tetapi juga untuk menyembunyikan bekas keringat—sesuatu yang dianggap kurang sopan di era Victoria.
Selain itu, hanya orang-orang berada yang mampu memelihara pakaian putih tetap bersih. Maka, seragam putih menjadi simbol status sosial, bukan sekadar estetika atau kenyamanan. Seiring waktu, aturan ini tetap dipertahankan dan menjadi ciri khas Wimbledon yang membedakan dari turnamen Grand Slam lainnya.
Makin Ketat, Muncul Kontroversi
Alih-alih melonggar, aturan ini justru semakin tegas. Pada 2014, Wimbledon menambah persyaratan: pakaian dalam yang terlihat juga wajib berwarna putih. Penyelenggara menegaskan, “standar kepantasan harus dijaga setiap saat.” Namun aturan ini tak selalu berjalan mulus.
Pada 2022, sorotan publik tertuju pada keresahan petenis putri yang merasa tidak nyaman mengenakan pakaian putih saat menstruasi. Legenda tenis Billie Jean King dan sejumlah atlet wanita lainnya mendesak perubahan. Akhirnya, Wimbledon mengizinkan celana pendek dalam berwarna gelap untuk pemain perempuan.
Insiden dan Teguran kepada Para Bintang Tenis
Banyak petenis kondang pernah berurusan dengan aturan ini. Andre Agassi sempat memboikot Wimbledon di akhir 1980-an karena menolak aturan busana yang kaku. Sementara Roger Federer, ikon Wimbledon, pernah ditegur hanya karena sol sepatunya berwarna oranye, meski bagian atas sepatu tetap putih.
Contoh lain, Anne White datang dengan catsuit putih yang menutupi seluruh tubuh pada 1985. Meskipun warnanya sesuai, desainnya dianggap terlalu mencolok dan penyelenggara meminta Anne untuk tidak memakainya lagi di masa depan.
Simbol Eksklusivitas dan Identitas Wimbledon
Pakaian serba putih menjadi bagian penting dari citra eksklusif Wimbledon. Kontras antara putihnya pakaian dan hijaunya rumput lapangan menciptakan kesan klasik dan elegan. Meski demikian, aturan ini juga menjadi perdebatan, terutama dalam konteks modernisasi olahraga dan kebutuhan kenyamanan atlet.
Satu hal yang pasti, Wimbledon bukan sekadar turnamen tenis, melainkan juga panggung di mana tradisi dan konservatisme tetap dipertahankan. Di balik gemerlapnya, aturan berpakaian serba putih tetap menjadi ‘penjaga gerbang’ eksklusivitas dan karakter Wimbledon di mata dunia.