Perusahaan investasi asal Jepang, Metaplanet, mengumumkan langkah ambisius untuk membeli 210.000 Bitcoin (BTC) hingga akhir tahun 2027. Target ini setara dengan sekitar 1% dari total suplai maksimum Bitcoin, yaitu 21 juta BTC.
Dalam pengumumannya pada 6 Juni 2025, Metaplanet menyatakan akan menghimpun dana sebesar $5,4 miliar (sekitar Rp87,7 triliun) melalui penerbitan saham dalam skema “Moving-Strike Warrants” guna mempercepat ekspansi kepemilikan Bitcoin.
Langkah ini merupakan pembaruan dari rencana sebelumnya yang disebut “21 Million Plan“, di mana perusahaan menargetkan 21.000 BTC hingga 2026.
Kini, melalui strategi baru bertajuk “555 Million Plan“, Metaplanet menaikkan target kepemilikan Bitcoin hampir sepuluh kali lipat menjadi 210.000 BTC.

“Target sebelumnya untuk memiliki 21.000 BTC pada akhir 2026 kini telah direvisi secara drastis. Kami sekarang menargetkan 100.000 BTC pada 2026 dan 210.000 BTC pada akhir 2027,” ujar CEO Metaplanet, Simon Gerovich, yang kami kutip melalui CoinTelegraph.com, Jumat (06/06/2025)
Untuk merealisasikan ambisi ini, Metaplanet akan menerbitkan 555 juta saham baru. Jika seluruh saham tersebut terealisasi pada harga strike awal ¥1.388 per saham, perusahaan diproyeksikan akan menghimpun dana sebesar ¥770 miliar, atau setara dengan $5,4 miliar (Rp87.793.200.000.000 dengan kurs Rp16.258).
Strategi ini tidak hanya menjadi salah satu penggalangan dana terbesar di Asia untuk akuisisi aset digital, tetapi juga mencerminkan pergeseran besar dalam cara perusahaan publik menyusun strategi treasury mereka.
Hingga saat ini, Metaplanet telah mengoleksi 8.888 BTC, menempatkannya di posisi ke-10 secara global di antara perusahaan pemegang Bitcoin terbanyak. Jumlah ini meningkat pesat setelah akuisisi 1.088 BTC pada awal Juni 2025.
Perusahaan menargetkan untuk menambah kepemilikan menjadi 30.000 BTC pada akhir 2025, naik menjadi 100.000 BTC di 2026, dan mencapai puncaknya di 210.000 BTC pada akhir 2027.
Bitcoin Jadi Aset Strategis di Tengah Gejolak Ekonomi
Menurut Gerovich, keputusan Metaplanet bukan semata berbasis spekulasi terhadap harga Bitcoin, melainkan respons terhadap transformasi struktural ekonomi global. Ia menyoroti pergeseran dari sistem keuangan berbasis modal dan tenaga kerja ke sistem baru yang digerakkan oleh teknologi informasi.
“Dalam lingkungan seperti ini, arus modal mulai keluar dari aset yang sebelumnya dianggap aman seperti obligasi pemerintah jangka panjang,” ujarnya. “Sebaliknya, emas mengalami revaluasi terhadap mata uang utama, dan Bitcoin kini semakin diakui sebagai aset strategis.”
Bitcoin dinilai unggul karena memiliki karakteristik seperti kelangkaan tinggi, kemudahan penyimpanan dan transfer, serta tidak bergantung pada perantara kredit. Faktor-faktor ini membuat Bitcoin menjadi pilihan alternatif bagi institusi yang ingin melindungi nilai aset mereka dari inflasi dan ketidakpastian geopolitik.
Tantang Dominasi MicroStrategy
Langkah Metaplanet ini mengingatkan pada strategi agresif MicroStrategy, perusahaan asal AS yang hingga kini masih menjadi pemegang Bitcoin terbanyak dengan 580.250 BTC atau sekitar $60,9 miliar (setara Rp991 triliun).
MicroStrategy telah menjadi pionir dalam menjadikan Bitcoin sebagai aset treasury utama. Kini, dengan strategi serupa, Metaplanet mencoba merebut panggung utama sebagai “raksasa Bitcoin” dari Asia.
Selain MicroStrategy, perusahaan besar lain yang juga memiliki simpanan Bitcoin dalam jumlah besar adalah Marathon Digital Holdings dan Tesla, dengan nilai lebih dari $1 miliar (sekitar Rp16,2 triliun).
Dengan rencana pengumpulan 210.000 BTC dan pendanaan jumbo senilai $5,4 miliar, Metaplanet menunjukkan bahwa adopsi institusional terhadap Bitcoin belum mencapai puncaknya. Di tengah reli harga Bitcoin yang sempat menyentuh rekor $111.965 pekan lalu, langkah ini bisa memicu gelombang baru investasi korporasi ke aset kripto.
Jika berhasil, Metaplanet tidak hanya akan menjadi perusahaan Jepang pertama yang masuk ke dalam “1% Club” pemilik Bitcoin global, tetapi juga menandai era baru di mana aset digital menjadi pilar utama strategi keuangan perusahaan publik.
Artikel ini bukan merupakan saran atau rekomendasi investasi. Setiap langkah investasi dan perdagangan mengandung risiko, dan pembaca diharapkan untuk melakukan riset sendiri sebelum membuat keputusan.