Publica.id — Setiap tahun, masyarakat Indonesia kerap menjumpai perbedaan dalam penentuan awal puasa Ramadan antara Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Perbedaan ini sering kali menimbulkan pertanyaan di kalangan umat Islam. Lalu, mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penjelasannya.
Metode Penentuan Awal Ramadan
Perbedaan awal puasa antara NU dan Muhammadiyah disebabkan oleh metode yang digunakan dalam menentukan awal bulan hijriah, termasuk Ramadan. Ada dua metode utama yang digunakan, yaitu rukyat dan hisab.
1. Metode Rukyat (Pengamatan Langsung)
NU menggunakan metode rukyatul hilal, yaitu dengan melihat langsung keberadaan bulan sabit (hilal) setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Syakban. Jika hilal terlihat dengan kriteria yang telah ditentukan, maka keesokan harinya sudah memasuki 1 Ramadan. Namun, jika hilal belum terlihat, maka bulan Syakban digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
2. Metode Hisab (Perhitungan Astronomi)
Muhammadiyah menggunakan metode hisab, yakni perhitungan matematis dan astronomi untuk menentukan posisi hilal. Muhammadiyah berpegang pada konsep hisab wujudul hilal, yaitu jika hilal sudah berada di atas ufuk setelah matahari terbenam, maka esok harinya sudah memasuki 1 Ramadan, tanpa perlu melihat langsung keberadaan hilal.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perbedaan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan hasil antara metode rukyat dan hisab:
1. Kriteria Penampakan Hilal
NU mengikuti kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), yang mengharuskan hilal memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat agar bisa terlihat. Jika kriteria ini tidak terpenuhi, maka bulan Syakban digenapkan menjadi 30 hari. Sementara itu, Muhammadiyah hanya mensyaratkan hilal sudah berada di atas ufuk, tanpa mempertimbangkan apakah dapat dilihat atau tidak.
2. Penggunaan Hisab dan Rukyat
Dalam beberapa kasus, hasil perhitungan hisab menunjukkan bahwa hilal sudah wujud, tetapi secara rukyat tidak terlihat karena faktor cuaca atau kondisi atmosfer. Ini membuat NU dan Muhammadiyah terkadang berbeda dalam menetapkan awal Ramadan.
3. Keputusan Pemerintah
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, menetapkan awal Ramadan berdasarkan sidang isbat yang mempertimbangkan hasil rukyat di berbagai titik di Indonesia. NU cenderung mengikuti keputusan pemerintah, sementara Muhammadiyah sudah menentukan tanggal awal puasa jauh-jauh hari berdasarkan hisab.
Bagaimana Sebaiknya Sikap Umat Islam?
Perbedaan ini seharusnya tidak menjadi sumber perpecahan. Baik metode rukyat maupun hisab memiliki landasan yang kuat dalam Islam. Yang terpenting adalah saling menghormati dan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah.
Dalam Islam, perbedaan ijtihad dalam hal furu’iyyah (cabang agama) adalah hal yang wajar. Rasulullah SAW sendiri pernah membiarkan sahabatnya berbeda pendapat dalam memahami perintahnya, tanpa menyalahkan salah satu pihak.